Senin, 02 Januari 2012

LELAH DI "BURUNG BESI", MANTAP MENDARAT DI BISNIS BAKERY



Pernah mendengar pribahasa dari negeri Arab, “Man Jadda, Wa Jada’? pribahasa tersebut sudah tak asing lagi di telinga. Walaupun masih banyak yang tak paham maknanya, paling tidak, pribahasa ini begitu familiar di Negeri kita. “Siapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan menuai hasil”. Begitu kira-kira arti pribahasa tersebut.
Dan agaknya, pantaslah pribahasa ini ditujukan kepada Nazwa. Bukan sembarang nama. Tapi Nazwa adalah sebuah toko kue yang sudah malang melintang lebih dari 10 tahun di dunia per-bakery-an.
Berdiri tanggal 1 July 1997, Nazwa belumlah besar seperti sekarang. Dulunya hanya sebuah warung donat. Seperti namanya, warung donat ini hanya menjual donat. Selain dijual eceran, donat-donat ini juga dijual kepada distributor-distributor yang membeli dalam partai besar. Biasanya, para distributor tadi menjual lagi donat secara eceran ke warung-warung.
Nazliana Fadlin nama pemilik warung donat tersebut. Ibu tiga anak ini sangat gigih mengelola usahanya. Berawal dari warung donat, kini ia bisa membangun 1 counter lagi, beralamat jalan Mojopahit No. 71 B Medan. Tidak hanya menjual donat, tapi juga bermacam-macam roti. “Di cabang baru ini, tempatnya rame. Mudah dijangkau masyarakat. Lagipun, daerahnya memang lokasi penjualan bakery. Dibuka sudah 4 tahun lalu, tanggal 1 Spetember 2003,” ujarnya memberi penjelasan tentang penambahan cabang ushanya.
Memasuki kawasan ‘Nazwa’, siap-siaplah aroma roti menusuk hidung. Wangi ‘pembakaran’ kue menohok perut untuk segera mencicipi kue olahan Nazwa. Sore itu, Nazliana tengah bersantai bersama kedua anaknya di halaman depan rumah mereka. “Hallo Mbak” sapanya ramah. “Mau beli kue?” tanya Nazliana dengan senyum menghiasi wajahnya. Tak sulit  mengakrabkan diri dengan Nazliana. Kepribadiannya yang sederhana, ramah dan selalu tersenyum, membuat komunikasi berjalan lancar. Mengalir begitu saja diselingi tawa, seakan-akan  sudah lama mengenalnya. Istri seorang Dosen sastra ini memang piawai memikat pembeli.
Ternyata, Nazliana membidani sendiri usahanya. “Kuncinya, belajar, belajar dan terus belajar. Jangan pernah menyerah. Memang, sangat susah untuk memulai sesuatu. Tapi, kalo sudah tekad dalam hati, tak ada yang bisa menghentikan” ujarnya berpilosofi. Ia mengajak saya melongok ke ruang paling belakang, tempat roti-roti nya diolah dan dibakar. Nampak para karyawan sibuk dengan tugas mereka masing-masing. Terdengar suara bising mesin-mesin pembuat kue. Sendok, oven, sutel, kuali, dan berbagai alat ‘perang’ lainnya saling beradu di sana. Ramai sekali. Setelah roti-roti tersebut selesai di proses, mereka siap packing, untuk dibawa distributor atau pelanggan tetap. Tapi, ada juga di tempatkan di stelling kaca, di tata rapi sesuai dengan jenisnya. “Untuk jual eceran”, kata Nazliana. Ada brownies, bolu, kue sus, black forest, risol, bika ambon kue khas Medan, dan banyak lagi jenis kue yang tak saya kenal namanya.
Melihat prospek cerah bisnis bakery nya, ia pun mulai melebarkan sayap, mengembangkan usahanya. Terbukti, Nazwa mendapat tempat khusus di hati pembeli. “Mitra saya ada 20-an. Seperti Toko Madina Syariah dan Berastagi Buah. Mereka langganan tetap saya,” tutur Nazliana tanpa bermaksud menyombongkan diri. Selain itu Nazwa juga menerima order tetap dari hotel-hotel. Biasanya untuk jamuan awal atau makanan pembuka. Seperti sarapan pagi atau session coffe break. Hotel-hotel tersebut mempercayakan Nazwa menghandle makanan mereka. “Seperti Hotel Dharma Deli, Hotel Danau Toba, dan Hotel Tiara. Kalau ada acara di hotel-hotel itu, pesan kuenya pasti ke Nazwa,” ungkap Nazliana yang pernah bekerja selama 8 tahun di maskapai penerbangan Sempati Air. Tekad dan keinginan untuk mandiri lah yang membawa Nazwa berwirausaha. Ia tak mau selamanya hidup jadi orang upahan. Berbekal sedikit pengetahuan tentang mengolah tepung menjadi roti, Nazli mantap berdikari, melangkahkan kaki menjadi pebisnis bakery. Saat ini, tak ada yang tidak mengenal Nazwa.
Nama Nazwa adalah gabungan dari nama Nazliana dan Naswa, anak bugsunya. Tak perlu ia repot-repot menempah nama hoki untuk bisnis bakery nya. Bagi Nazliana, menjaga mutu dan kualitas roti adalah hal yang paling penting dalam berusaha. Selanjutnya, keramahtamahan, turut menjadi kunci agar usaha tak ditinggal pergi pembeli.
Lokasi Nazwa sangat strategis. Dan bisa dibilang menguntungkan. Bagaimana tidak. Hanya bisnis bakery milik Nazwa yang berdiri di sana, terletak di area padat penduduk dan berhadapan dengan universitas swasta terkenal pula, yaitu jalan Kapten Muchtar Basri No. 110, Medan. Otomatis, hampir seluruh masyarakat dan mahasiswa setempat tumplek di tokonya.
Selain itu, Nazwa juga membuka cafetaria, tempat kongkow-kongkow sekedar meluangkan waktu santai sambil menikmati makanan dan minuman ringan. Ada 10 meja nangkring di sana. Tiap meja di kelilingi 4 sampai 5 kursi. Dipayungi tenda balon warna hijau tua dan berlantai marmar. Café Nazwa sangat sederhana. Membuat orang ringan langkah untuk singgah. Tak seperti café-café kebanyakan, style-nya sangat glamour dan lux. Tapi, menu nya biasa-biasa saja. Bahkan harganya pun mahal. Kurang pas dikantong. Berbeda dengan Nazwa. Mengambil konsep alam terbuka, pengunjung bisa merasakan semilir angin dan melihat indahnya bunga. Cukup inspiratif. Lalu lalang kendaraan, celoteh riang anak-anak muda, plus hembusan aroma pembakaran roti, menambah marak suasana. Lagipun, tak perlu gelisah memikirkan berapa potong roti sudah masuk ke perut. Roti Nazwa cukup murah. ‘Masih’ ada harga Rp.600/potong di zaman sesulit ini. Nampak para pembeli yang sebagian besar mahasiswa nongkrong di café nya. Baik yang break dari aktivitas kuliah, maupun yang mampir sebelum perkuliahan mereka dimulai. Mereka duduk memenuhi setengah dari meja-meja tadi, asik menikmati kue Nazwa seraya bercengkrama. Lezat, lembut dan ma’nyes nya (seperti kata Pak Bondan dalam Program Wisata Kuliner nya) kue Nazwa olahan tangan Nazliana.
Sehari-hari, Nazwa bisa membuat 25 jenis kue. Tiap kue banyaknya 200 potong. Ada lapis legit, cake, bolu pandan, Blondi Pisang, donat hingga kue basah. Melihat banyaknya orderan-orderan dari hotel-hotel langganan, mitra-mitra tetap, sampai eceran-eceran, keuntungan yang diperoleh Nazwa cukup besar. Begitupun, ia tidak mengambil keuntungan yang sangat tinggi. Menurut Nazliana, ia hanya memperoleh keuntungan 20% dari penjualan. “Ya…misalnya penjualan sampai Rp. 100.000.000,- dan keuntungannya 20% dari seratus juta tadi. Kita gak ambil untung banyak. Yang penting, setiap diproduksi kue bisa habis terjual” katanya mengakhiri pertemuan kami sore itu. Tak disangka, Nazliana membontoti saya dengan cake coklatnya. Pas benar, sudah lama lidah ini tak mengecap lezatnya cake coklat. Apalagi buatan nazwa. Ma’nyuusss…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar